Semua barang bawaan telah dinaikkan keatas mobil L300 ‘Karsima’, pukul 21.30 WIB kami pun meninggalkan sekretariat KOMPAS-USU, Medan tujuannya adalah dusun Kedah, Desa Penosan Sepakat. Aceh Tenggara. Desa terakhir di kaki pegunungan Leuser. Kami tergabung dalam team Pendakian Leuser (Panser) UKM DHARMAPALA-APP Jakarta, berjumlah 12 orang (11 orang anggota UKM DHARMAPALA-APP + 1 orang anggota MAPAPTRI) berencana mengibarkan bendera Merah Putih, bendera organisasi, dan bendera sponsor kegiatan (Leuser Out Door dan Counture Out Door) pada tanggal 17 Agustus 2008 untuk memperingati hari kemerdekaan RI ke-63 tahun di Puncak Loser (3.404 mdpl).
Jum’at, 08 Agustus 2008, Mengurus perijinan
Pukul 11.05 WIB kami tiba di kediaman Mr. Jali si “Macan Leuser”, di dusun Kedah. Hampir 13 jam sudah kami tempuh perjalanan dari Medan. Kami disambut oleh team Manunggal Bhawana-ITI, Tangerang yang tiba lebih dahulu. Segera kami mengurus perijinan dan administrasi, di bantu oleh Bang Achil, senior Metalik-Unsyiah. Perijinan serta persiapan pendakian pun beres semua.. dan petualangan di mulai.
Pukul 18.00 WIB team memulai pergerakan. Bang Udin yang menjadi guide team ‘panser’ memimpin perjalanan, target hari ini bermalam di Green Sinebuk. Jalan yang kami lalui jalan setapak melewati ladang penduduk, tak berapa lama kami menyeberangi sungai berarus deras dengan lebar 5 meter an, berjalan diatas sebatang bambu yang melintang diatas sungai dengan beban di pundak. Selepas sungai tiba-tiba seekor babi hutan melintas didepan kami, berlari masuk ke dalam semak belukar, sambutan yang cukup meriah. Kami tiba di Green Sinebuk (1.300 mdpl) pukul 19.00 WIB, areal bungalow yang dikelola oleh Mr. Jali. Nyala api unggun dan suara gitar menyeruak, rupanya sedang ada tamu dari luar negeri yang berkunjung di kawasan ini. Aroma bebek yang mereka panggang pun menghampiri hidung kami, cukup membuat perut kami berontak minta di isi.
Hari Pertama (Sabtu, 09 Agustus 2008), Pertempuran hati pun di mulai
Pukul 07.30 WIB, suhu 15ºC, team sudah bersiap-siap. Target hari ini Camp Bivak I. Setelah berdo’a dan melakukan “tos panser” pukul 08.00 WIB team mulai bergerak. Track awal kami melewati tepian sungai yang licin, dengan sebatang pohon tumbang di jalur yang menanjak. ‘Tanjakan Tenyom’. begitu kami menyebutnya. Sangat curam. Nafas pun memburu. Itu belum seberapa, karena kami juga harus menunduk, bahkan merayap dibawah portal-portal alam yang seolah sengaja diletakkan agar setiap pendaki menunduk memberi hormat pada gunung ini. Pukul 09.40 WIB kami tiba di area Tobacco Hut, area terbuka yang indah, dahulu lahan ini merupakan kawasan perkebunan tembakau milik petani Kedah. Nun jauh di utara terlihat Puncak Ngo Lembuh, salah satu puncak yang paling jarang dijamah oleh para pendaki. Suhu siang hari ini 23ºC.
Sudah pukul 10.00 WIT, saatnya coffe break, kami pun beristirahat di sebuah pondok petani, menurut Bang Udin pondok itu adalah pondok milik Bang Isa salah satu guide didikan Mr. Jali. Altimeter menunjuk angka 1.600 mdpl. Pukul 11.45 WIB kami tiba di pintu rimba, gerbang menuju perut Leuser.
Memasuki hutan suasana berubah drastis, aroma lembab dan dingin menyelinap. Sinar matahari yang menyengat tidak mampu menembus lebatnya belantara. Tidak berapa lama kami pun langsung dihadapkan tanjakan-tanjakan ekstrim yang seakan tak ada putusnya. Menurut para guide, rute Pintu Rimba hingga Puncak Angkasan adalah jalur terberat dan mereka menyebutnya ‘Jalur Percobaan’. Para pendaki Leuser yang kehilangan nyali biasanya memutuskan kembali turun di jalur percobaan ini, dan pertempuran hati pun dimulai.
Setelah makan siang, pukul 13.40 WIB kami melanjutkan pergerakan. Beban carrier yang masih penuh, tanjakan yang tak putus-putus dan portal-portal pohon tumbang membuat laju pergerakan kami terasa lambat, sangat menguras tenaga. Pukul 17.00 WIB kami sampai di Camp Simpang Angkasan (1.700 mdpl). Karena kondisi fisik yang telah menurun akhirnya team memutuskan beristirahat di tempat ini. Signal hand phone masih dapat kami terima dengan jelas di camp ini, walau kadang tidak stabil.
Hari Kedua (Minggu, 10 Agustus 2008), Dehidrasi
Pagi ini suhu 15ºC, setelah ‘tos panser’ kami memulai pergerakan pukul 08.30 WIB dengan target “Puncak Angkasan”. Portal-portal pohon tumbang kembali hadir, memaksa untuk menunduk dan mengeluarkan makian kecil. Pukul 10.30 WIB, kami tiba di Bivak I (2.590 mdpl).
Setelah makan siang dengan air yang pas-pasan karena sumber air yang ada kering, pukul 12.00 WIB kami kembali bergerak. Medan yang dilalui masih hutan lumut tanpa ‘bonus’.
Medan sedikit ramah 3 jam kemudian. Jalur agak terbuka, di kiri-kanan banyak terlihat pohon - pohon kering hangus terbakar. Hari ini panas terasa menyengat. Pukul 15.40 WIB orang pertama dalam team tiba di Puncak Angkasan (2.891 mdpl), team sweaping tiba pada pukul 18.00 WIB. Di lokasi yang cukup terbuka ini terdapat patok batu kotak puncak tersier dengan tulisan yang samar-samar hilang hampir tak terbaca. Tertera nomor registrasi 3356. Koordinat yang terbaca di GPS adalah N 03º 56’ 10,8” -- E 097º 12’ 49,1”.
Bentangan punggungan saling bertumpuk satu sama lain. Jelas terlihat walau kecil jauh disana Puncak Syamsudin Mahmud (dahulu puncak tanpa nama) serta Puncak Loser diselimuti awan putih. Lokasi yang cukup datar dan terbuka ini tak mampu menampung jumlah tenda kami, apalagi anggota team bertambah 2 orang anggota Gentala-PTGL yang ikut bergabung di team ‘Panser’. Mereka adalah junior Mr. Jali di Gentala. Akhirnya team memutuskan membuka camp di dataran luas sedikit dibawah puncak, dekat sumber air yang hanya berupa kubangan kecil. Suhu berkisar 9oC membuat badan menggigil jika berada diluar tenda.
Hari Ketiga (Senin, 11 Agustus 2008), Out of Time…
Kami bangun kesiangan jam 06.30, suhu udara pagi 8ºC. Mungkin karena kelelahan seharian kemarin menapaki ‘Jalur Percobaan’. Team akhirnya baru start pergerakan pukul 09.40 WIB. Bergegas kami menuruni punggungan yang mengarah langsung ke lembah. Seperti biasa merunduk dan merangkak menjadi santapan perjalanan hari ini, di tambah banyaknya duri-duri rotan di tengah jalur. Pukul 12.05 WIB kami tiba di Camp Kulit Manis I (2.650 mdpl).
Setelah makan siang dan menanam paket makanan (paket 13), kami kembali naik-turun bukit lagi. Pukul 15.10 WIB kami tiba di puncak bukit yang ternyata Camp Kulit Manis II. Istirahat sejenak sambil mengisi veldples dari kubangan kecil. Rute selanjutnya naik-turun bukit yang cukup terbuka, di kiri-kanan jalur banyak terdapat batang-batang pohon yang hangus terbakar. Pukul 16.30 WIB kami tiba di Camp Kulit Manis III. Selanjutnya jalur menurun sangat curam, butuh konsentrasi ekstra, Tak jarang harus bertahan ke cabang atau akar-akar pohon karena jalur jeblos sebatas lutut. Hari sudah mulai gelap, beberapa anggota team nampak lelah, tapi kami harus tetap jalan.
Pukul 18.40 WIB team tiba di Camp Lintasan Badak (2.319 mdpl). Menurut Bang Udin dahulu memang disini arena bermain Badak Sumatera (Dicerorhinus Sumatrensis), Mr.Jali sempat menyaksikan badak-badak itu, namun semenjak tahun 2000-an sudah tak nampak lagi. Semoga mereka hanya berpindah tempat saja, bukan punah.
Saat makan malam, salah seorang anggota team tidak mau menyantap makanan yang tersedia, entah sakit atau mungkin ada kesalah pahaman dengan anggota yang lain. Kami teringat perkataan seorang rekan bahwa tantangan terberat di Leuser selain jalurnya adalah konflik internal antar sesama anggota team. Mudah-mudahan hal tersebut tidak terjadi pada team ini.
Hari Keempat (Selasa, 12 Agustus 2008), Jalur ‘Nenek’
Jam 09.15 WIB setelah menanam paket 12, kami mulai bergerak. Di depan langsung menghadang lagi ‘tanjakan tenyom’ dengan vegetasi rotan berduri di sepanjang jalur, tak jarang melukai telapak tangan kami yang tak sengaja memegangnya untuk dijadikan tahanan agar tak melorot jatuh ke dasar lembah. Satu portal pohon tumbang telah bisa kami lewati dengan susah payah, di depan telah menanti kami ‘triple portal’ lagi yang lebih sempit. Keringat mengucur deras. Jalan jongkok, merangkak, tiarap tetap harus kami jalani. Pukul 12.15 WIB team tiba di daerah yang cukup datar, Puncak Pepanji (2.440 mdpl). Tampak lubang - lubang buatan yang berfungsi untuk menampung air.
Sejenak kami beristirahat untuk makan siang, kemudian kembali menapaki kerapatan hutan lumut. Di tanah yang lembab nampak jejak harimau, masyarakat Gayo menyebutnya ‘nenek’.
Selain jejak kami acap kali berjumpa dengan kotorannya yang penuh bulu kambing. Menurut Bang Udin ‘si nenek’ habis pesta kambing. Untunglah masih pesta kambing dari pada pesta manusia. Bergegas kami mempercepat langkah meninggalkan area tersebut. Terus menapaki punggungan tipis yang di kiri–kanan nya jurang terjal, tampak jauh di depan sebuah air terjun yang cukup tinggi, menurut Bang Udin air terjun ini merupakan pertemuan empat anak sungai Alas yang nanti akan kami lewati. Selepas hutan terlihat padang rumput yang luas, disana-sini berserakan kantong semar (Nephentes sp) berwarna merah dan kuning. Mendung dan awan hitam mengiringi langkah kami menuju camp hari ini. Pukul 18.15 WIB kami sampai di Camp Padang Rumput (2.410 mdpl). Bukit-bukit yang telah kami lalui jelas terlihat. Puncak Tanpa Nama, Puncak Loser, Gunung Padang Sri Bulan, dan Gunung Bivak III berdiri angkuh di kejauhan.
Hari Kelima (Rabu, 13 Agustus 2008), Banyak bonus
Pagi ini cukup cerah, suhu 10ºC. Pukul 09.00 WIB kami mulai bergerak, target hari ini ‘Kolam Badak’. Tak berapa lama menuruni lembah kami pun bertemu dengan aliran anak Sungai Alas pertama, lebarnya kurang lebih 50 cm. Kemudian melewati satu bukit dan bertemu anak sungai kedua dengan lebar 3 meter-an. Anak sungai ke tiga kami jumpai, lebarnya hanya 50 cm. Pukul 11.00 WIB kami tiba di aliran ke empat anak Sungai Alas, lebarnya 6 meter-an. Kami harus menyeberangi sungai dengan ketinggian air sebatas lutut orang dewasa. Batu yang kami pijak ternyata licin dan dingin sekali. Selepas memanjat dinding sungai setinggi 2 meter-an team sampai di lahan terbuka, terlihat bekas-bekas perapian dan tiang-tiang kayu untuk bivak, mungkin bekas pendaki sebelumnya. “Camp Alas” teriak Bang Udin menjawab pertanyaan di benak kami. Di ketinggian 2.458 mdpl ini kami beristirahat sejenak untuk makan siang dan mengganti kaos pergerakan kami yang sedari awal belum di ganti.
Pukul 13.00 WIB dengan panas yang menyengat 23ºC, kami melanjutkan pergerakan. Medan berikutnya tidak jauh berbeda kondisinya seperti dari Camp Padang Rumput tadi. Banyak ‘bonus’. Pukul 17.25 WIB kami tiba di areal dengan sebuah telaga atau lebih tepatnya kami sebut kubangan didekatnya. Kami telah tiba di Camp Kolam Badak (2.550 mdpl).
Hari Keenam (Kamis, 14 Agustus 2008), Camp Putri
“Target hari ini Camp Putri” ucap Bang Udin disela-sela doa. Setelah menanam paket makanan (paket 11), pukul 09.15 WIB kami mulai bergerak. Baru start pergerakan, kami sudah dipaksa menikmati ‘tanjakan tenyom’ yang oleh orang sumatera di sebut ‘eskalator mati’. Berharap berakhir, ternyata dibalik bukit yang sedang kami daki terdapat bukit lagi yang menjulang tinggi. Kami terkesima seraya menggeleng - gelengkan kepala. Bang Udin nampak jauh di depan kami, begitu kecil. Panas matahari yang menyengat membuat kami cepat lelah, peluh mengucur deras. Pukul 11.30 WIB, kami tiba di Camp Bivak Kaleng (2.970 mdpl). Dataran terbuka yang disana-sini tampak berserakan sampah kaleng berkarat. Menurut Bang Udin kaleng - kaleng itu merupakan peninggalan Belanda sewaktu melakukan ekspedisi Leuser pertama, tahun 1937. Berbeda informasi yang kami dapat dari sebuah buku petualangan, kaleng-kaleng itu adalah bekas kemasan makanan yang didrop dari helikopter untuk rombongan pendaki yang kehabisan perbekalan. Hari yang melelahkan, kondisi beberapa anggota team terlihat sedikit menurun. Setelah memasang fly sheet untuk makan siang, beberapa dari kami segera merebahkan badan, berharap kondisi tubuh bisa kembali fit untuk melanjutkan perjalanan nanti.
Pukul 14.00 WIB setelah makan siang, kami melanjutkan pergerakan, masih naik-turun bukit dengan medan yang terbuka. Terkadang harus bergelayut pada akar pohon menghindari jurang dan pijakan yang longsor. Jam menunjuk angka 16.00 WIB, di depan terlihat kepulan asap dengan teriakan-teriakan kecil anggota team memberi semangat. Rupanya rombongan depan telah sampai di Camp Putri. Bergegas kami mempercepat langkah. Areal terbuka di ketinggian 2.930 mdpl ini memberikan kami pemandangan Puncak Syamsudin Mahmud, Puncak Loser dan Puncak Leuser.
Hari Ketujuh (Jumat, 15 Agustus 2008), Jalur penuh lebah
Pukul 06.00 WIB. Thermometer membaca suhu 9ºC. Selepas “tos panser” pukul 08.45 WIB team pun bergerak. Target hari ini Camp Krueng Kluet. Puncak Loser nampak dekat sekali, membuat semua anggota team terlihat lebih bersemangat. Dua bukit di depan santapan pertama kami. Menurut Bang Udin bukit itu bernama Bukit Penangisan India. sewaktu Mr. Jali menjadi guide turis dari India, turis tersebut menangis di bukit ini karena tak tahan dengan siksaan jalurnya. Sepanjang jalur masih juga menyisakan portal-portal pohon tumbang. Lebih parah, beberapa anggota team terpaksa harus melepas carrier di pundak karena tidak muat saat melintas portal. Pukul 11.10 WIB kami sampai di dataran yang cukup terbuka, cocok untuk area makan siang kami. Segera fly sheet dibentangkan untuk menahan laju sinar matahari yang memancarkan panas menyengat. Lebah terbang hilir mudik di hadapan kami, banyak sekali. Mungkin merasa terganggu oleh kehadiran kami, beberapa anggota team di sengat lebah, untunglah racunnya tidak begitu kuat. Karena shelter ini belum mempunyai nama, kami menamakannya Camp Lebah. Terdapat sumber air yang jernih tak jauh dari camp ini. Setelah menanam paket makanan (paket 10), pukul 12.50 WIB kami melanjutkan pergerakan. Bergelayut di akar - akar pohon menjadi rute pertama kami selepas camp lebah, berlanjut naik-turun bukit dan akhirnya tiba di kawasan terbuka dengan banyak batu-batu berserakan, kami telah sampai di Camp Bivak Batu (2.945 mdpl).
“Ayo main.. main.. ” ucap Bang Udin mengakhiri istirahat sejenak kami. Serentak kami pun melanjutkan pergerakan. Setelah dua jam perjalanan, kami dihadapkan lembah yang sangat curam dan dalam. Irama aliran sungai terdengar dari dasar lembah.
Kami menuruninya dengan hati-hati, sesekali harus bergelayutan di akar-akar pohon agar tidak jatuh akibat medan yang licin dan ekstrim. Sungai Krueng Kluet pertama pun kami jumpai. Selepas sungai jalur menanjak kembali, kemudian landai cenderung menurun. Pukul 17.30 WIB kami tiba di Camp Krueng Kluet. Camp ini hanya dapat menampung paling banyak tiga tenda, itu pun dengan medan yang tidak rata alias miring. Tidur malam ini terpaksa di kondisikan, di tambah lagi dengan udara yang cukup dingin.
Hari Kedelapan (Sabtu, 16 Agustus 2008), Selangkah lagi menuju Puncak Loser
Pukul 09.15 WIB kami mulai pergerakan. Target hari ini Puncak Loser. Lima menit selepas meninggalkan camp, kami berjumpa dengan sungai Krueng Kluet kedua. Lebarnya tidak jauh berbeda, 3 meter-an. Kami menyeberang dengan hati-hati, batu yang menjadi pijakannya licin sekali. Selepas sungai kami memasuki hutan lumut. Kemudian naik-turun bukit yang cukup terbuka dan lumayan landai. Pukul 11.55 WIB kami tiba di punggungan yang menghubungkan Puncak Loser dengan Puncak Syamsudin Mahmud, Bang Udin menyebutnya shelter Simpang Puncak. Paket makan siang pun segera dibuka.
Rute selanjutnya yaitu kawasan padang rumput terbuka, kabut tebal sesekali menghalangi jarak pandangan. Pukul 15.00 WIB kami sampai di area padang rumput yang luas, lebih luas dari padang rumput sebelumnya yang telah kami lalui. Tampak genangan-genangan air di sepanjang jalur. Area ini biasa di sebut dengan ‘Lapangan Bola’, vegetasi ilalang, perdu dan anggrek-anggrekan sangat mendominasi, hanya di beberapa tempat saja terselip kantong semar (Nephentes sp) berwarna merah, kuning dan hijau. Bang Udin dan rombongan pertama nampak kecil di puncak bukit di seberang kami, terkadang hilang dari pandangan tertutup kabut tebal. Sedikit membuat ‘sakit hati’ kami yang tertinggal jauh dibelakang.
Dengan jarak pandang hanya 3 meter-an saja, kami bergegas mengejar rombongan di depan yang masih naik-turun beberapa bukit lagi. Akhirnya kami tiba di sebuah area datar yang luas penuh bebatuan sangat besar. Betul-betul sebuah pemandangan baru yang amat berbeda menuju puncak. Batu-batu pipih tersusun bertingkat-tingkat di sepanjang jalur, sengaja di buat sebagai patokan arah para pendaki menuju area Puncak Loser. Di depan tampak aliran air keluar dari celah-celah bebatuan. Pukul 17.00 WIB kami tiba di area Puncak Loser, area padang rumput datar yang luas. Tenda-tenda telah berdiri, api unggun pun telah menyala. Bang Isa dan Bang Hamdan menyambut kedatangan kami, mereka guide-guide senior didikan Mr. Jali yang sedang membawa rombongan Manunggal Bhawana-ITI. Suhu sudah mencapai 8º C, kami segera berganti pakaian hangat. Sarasehan kecil-kecilan pun tergelar. Cerita selama pendakian team Panser dan team MB-ITI silih berganti terdengar. Rencana esok mengadakan upacara memperingati hari kemerdekan R.I pun akhirnya kami bicarakan bersama.
Hari Kesembilan (Minggu, 17 Agustus 2008), Upacara bendera dan butiran-butiran es
Pagi yang super dingin, di luar tenda nampak butiran-butiran es menyelimuti plastik-plastik pembungkus barang-barang kami, meskipun matahari telah bersinar terang. Suhu pukul 3 pagi tadi mencapai 3º C, suhu terendah yang kami rasakan selama pendakian. Bergegas kami mengenakan seragam biru DHARMAPALA, hari ini kami akan melakukan upacara bendera memperingati hari kemerdekaan R.I ke-63 di Puncak Loser yang tinggal selangkah lagi di depan.
Hanya lima menit kami telah tiba di tugu batu sekunder bernomor 227, Team Panser UKM DHARMAPALA-APP telah menginjakkan kaki di Puncak Loser (3.404 mdpl).
Jabatan tangan rekan-rekan Manunggal Bhawana–ITI kami sambut dengan hangat, rona keceriaan nampak jelas di raut wajah kami. Pukul 09.30 WIB kami segera memulai rangkaian upacara bendera. Bang Hamdan selaku pembina, Bang Isa memilih posisi pemimpin doa. Upacara yang di ikuti oleh total 20 orang ini (Dharmapala-APP: 11 orang, Mapaptri: 1 orang, Gentala: 2 orang, Manunggal Bhawana-ITI: 3 orang dan Team Guide: 3 orang) berlangsung dengan penuh khidmat. Cuaca pun ikut cerah bersahabat. Selepas upacara bendera pukul 10.15 WIB kami melanjutkan pergerakan menuju Puncak Leuser. Team MB-ITI bergerak pulang, kemarin mereka telah mencapai Puncak Leuser lebih dulu dari kami.
Dari lokasi 3.404 mdpl ini jelas terlihat Puncak Leuser dengan punggungan yang tipis dan dinding nya yang sebagian di tutupi oleh asap putih. Segera kami menuruni punggungan yang terjal, satu persatu anggota team pun hilang di telan gumpalan kabut tebal.
Terkadang kami harus free climbing di tebing-tebing batu, ekstra hati-hati agar tidak terperosok ke dalam jurang meskipun sudah tidak membawa beban dipundak, semua barang kami tinggalkan di camp. Karena kehilangan jalur salah satu anggota team berteriak-teriak memanggil rombongan di depan. Tiba-tiba awan hitam datang bergumpal ke arah kami, dan hujan gerimis pun turun.
Pukul 11.30 WIB kami tiba di pedataran yang terdapat sebuah telaga yang jernih. Di sana-sini terlihat kantong semar dengan ukuran ekstra big beraneka warna, merah, kuning, hijau, coklat kehitaman bahkan yang bermotif belang macan ada. Bang Udin nampak asyik melinting kaung di tepian telaga sesekali pandangannya terlihat serius menatap gumpalan awan hitam. Di sela masak untuk makan siang Bang Udin bercerita tentang pantangan-pantangan yang ada di daerah ini, diantaranya jangan berteriak karena akan mengakibatkan turun hujan. Kami jadi teringat pengalaman tadi di jalur sewaktu menuju Danau Leuser ini.
Setelah makan siang beberapa putri yang ikut dalam pendakian ini tidak ingin melanjutkan pergerakan ke Puncak Leuser, namun setelah diberi dukungan semangat mereka bangkit kembali. Memang hanya tinggal semangat yang kami miliki setelah semua tenaga tersedot habis ditelan jalur. Track langsung menanjak, tumpukan batu pipih menjadi patokan kami di jalur yang tertutup kabut, agar anggota team yang ketinggalan tidak perlu berteriak-teriak minta petunjuk arah. Beberapa anggota team nampak berjalan terseok-seok menapaki bebatuan yang menanjak, membuat laju pergerakan semakin lambat. Setelah hampir 2 jam meninggalkan danau Leuser, dari atas terdengar kumandang adzan, rombongan pertama telah tiba di Puncak Leuser.
Tanpa memperdulikan sakit di kaki, kami mempercepat langkah agar bisa segera tiba di puncak. Suara adzan bergema di dinding-dinding batu, tak lama petir pun menggelegar, awan hitam bergelombang berarak di atas kepala, dan hujan pun turun dengan derasnya. Pukul 14.30 WIT seluruh anggota team telah tiba di Puncak Leuser (3.119 mdpl). Suasana haru menyelimuti, kami saling berpelukan, air mata tak kuasa jatuh terurai. Akhirnya tujuan kami tercapai sudah. Bendera telah dikibarkan di Puncak Leuser. Setelah mengambil beberapa foto team di puncak, kami bergegas turun karena hujan semakin deras di selingi halilintar. Dingin menjalari seluruh tubuh, kedua kaki dan tangan seperti mati rasa sulit untuk digerakkan. Terbersit keinginan untuk duduk beristirahat di lahan yang landai, namun segera kami tepis. Di sepanjang jalur turun tampak butiran-butiran kristal es sebesar telur cicak, berserakan banyak sekali jumlahnya, penasaran salah seorang anggota team mengambilnya segenggam. Pantas seluruh badan terasa beku ternyata kami diguyur oleh hujan es alami. Di depan, dalam celah tebing batu kami melihat Bang Udin duduk berlindung dari hujan di bawah kanopi batu, mata menatap tajam kumpulan awan hitam yang memuntahkan air hujan, mulutnya seperti merapal sesuatu. Bang Udin meminta kami mendahuluinya. Dengan susah payah kami berhasil naik ke atas tebing batu. Entah lewat mana tiba-tiba Bang Udin telah ada di depan kami. Hujan deras pun berhenti seketika. Aneh tapi nyata..?!
Pukul 16.45 WIB rombongan pertama tiba di tempat camp, team sweaping setengah jam kemudian. Terus menerus di guyur hujan es membuat kondisi 2 anggota team putri drop, bahkan salah satunya sempat tak sadarkan diri. Segera kami masukkan ke dalam tenda, teh manis hangat menjadi obat mujarab pertama, di susul bubur cereal memberi pertahanan tubuh dari serangan hipotermia. Untunglah pengetahuan tentang berpetualang di alam bebas yang kami peroleh di organisasi membuat seluruh anggota team tidak panik saat menghadapi situasi genting.
Setelah semua anggota team mengenakan pakaian hangat, hujan yang sempat berhenti turun lagi dengan derasnya ketika kami sudah safety di dalam tenda. Selepas makan malam, karena kelelahan seluruh anggota team tertidur. Malam ini kami tidak sempat evaluasi dan briefing apalagi untuk membuat api unggun. Mudah-mudahan esok stamina team kembali pulih untuk menghadapi rute turun gunung yang tidak jauh berbeda dengan naik. Tapi yang pasti terbayar sudah janji kami. Team Panser UKM DHARMAPALA-APP telah berhasil mengibarkan bendera di ‘puncak yang hilang’ Puncak Loser dan Puncak Leuser. Harga yang pantas untuk pengalaman yang tak terlupakan. Salam Lestari..!
(Pendakian Leuser 2008 UKM DHARMAPALA – APP, Jakarta – sebuah catatan harian)
Teks oleh Apriyanti Lestari
Baca juga artikel pendakian yang lain :
1. Pendakian Gunung Karang (1.778 mdpl) - Banten
2. Pendakian Gunung Semeru (3.676 mdpl) - Malang
3. Pendakian Puncak Sejati Gn. Raung (3.344 mdpl) - Banyuwangi
4. Pendakian Gunung Kerinci (3.805 mdpl) - Jambi
5. Pendakian Gunung Agung (3.142 mdpl) - Bali
6. Pendakian Gunung Rinjani (3.726 mdpl) - Lombok
7. Pendakian Gunung Ceremai (3.078 mdpl) - Kuningan
Pukul 11.05 WIB kami tiba di kediaman Mr. Jali si “Macan Leuser”, di dusun Kedah. Hampir 13 jam sudah kami tempuh perjalanan dari Medan. Kami disambut oleh team Manunggal Bhawana-ITI, Tangerang yang tiba lebih dahulu. Segera kami mengurus perijinan dan administrasi, di bantu oleh Bang Achil, senior Metalik-Unsyiah. Perijinan serta persiapan pendakian pun beres semua.. dan petualangan di mulai.
Pukul 18.00 WIB team memulai pergerakan. Bang Udin yang menjadi guide team ‘panser’ memimpin perjalanan, target hari ini bermalam di Green Sinebuk. Jalan yang kami lalui jalan setapak melewati ladang penduduk, tak berapa lama kami menyeberangi sungai berarus deras dengan lebar 5 meter an, berjalan diatas sebatang bambu yang melintang diatas sungai dengan beban di pundak. Selepas sungai tiba-tiba seekor babi hutan melintas didepan kami, berlari masuk ke dalam semak belukar, sambutan yang cukup meriah. Kami tiba di Green Sinebuk (1.300 mdpl) pukul 19.00 WIB, areal bungalow yang dikelola oleh Mr. Jali. Nyala api unggun dan suara gitar menyeruak, rupanya sedang ada tamu dari luar negeri yang berkunjung di kawasan ini. Aroma bebek yang mereka panggang pun menghampiri hidung kami, cukup membuat perut kami berontak minta di isi.
Hari Pertama (Sabtu, 09 Agustus 2008), Pertempuran hati pun di mulai
Pukul 07.30 WIB, suhu 15ºC, team sudah bersiap-siap. Target hari ini Camp Bivak I. Setelah berdo’a dan melakukan “tos panser” pukul 08.00 WIB team mulai bergerak. Track awal kami melewati tepian sungai yang licin, dengan sebatang pohon tumbang di jalur yang menanjak. ‘Tanjakan Tenyom’. begitu kami menyebutnya. Sangat curam. Nafas pun memburu. Itu belum seberapa, karena kami juga harus menunduk, bahkan merayap dibawah portal-portal alam yang seolah sengaja diletakkan agar setiap pendaki menunduk memberi hormat pada gunung ini. Pukul 09.40 WIB kami tiba di area Tobacco Hut, area terbuka yang indah, dahulu lahan ini merupakan kawasan perkebunan tembakau milik petani Kedah. Nun jauh di utara terlihat Puncak Ngo Lembuh, salah satu puncak yang paling jarang dijamah oleh para pendaki. Suhu siang hari ini 23ºC.
Sudah pukul 10.00 WIT, saatnya coffe break, kami pun beristirahat di sebuah pondok petani, menurut Bang Udin pondok itu adalah pondok milik Bang Isa salah satu guide didikan Mr. Jali. Altimeter menunjuk angka 1.600 mdpl. Pukul 11.45 WIB kami tiba di pintu rimba, gerbang menuju perut Leuser.
Memasuki hutan suasana berubah drastis, aroma lembab dan dingin menyelinap. Sinar matahari yang menyengat tidak mampu menembus lebatnya belantara. Tidak berapa lama kami pun langsung dihadapkan tanjakan-tanjakan ekstrim yang seakan tak ada putusnya. Menurut para guide, rute Pintu Rimba hingga Puncak Angkasan adalah jalur terberat dan mereka menyebutnya ‘Jalur Percobaan’. Para pendaki Leuser yang kehilangan nyali biasanya memutuskan kembali turun di jalur percobaan ini, dan pertempuran hati pun dimulai.
Setelah makan siang, pukul 13.40 WIB kami melanjutkan pergerakan. Beban carrier yang masih penuh, tanjakan yang tak putus-putus dan portal-portal pohon tumbang membuat laju pergerakan kami terasa lambat, sangat menguras tenaga. Pukul 17.00 WIB kami sampai di Camp Simpang Angkasan (1.700 mdpl). Karena kondisi fisik yang telah menurun akhirnya team memutuskan beristirahat di tempat ini. Signal hand phone masih dapat kami terima dengan jelas di camp ini, walau kadang tidak stabil.
Hari Kedua (Minggu, 10 Agustus 2008), Dehidrasi
Pagi ini suhu 15ºC, setelah ‘tos panser’ kami memulai pergerakan pukul 08.30 WIB dengan target “Puncak Angkasan”. Portal-portal pohon tumbang kembali hadir, memaksa untuk menunduk dan mengeluarkan makian kecil. Pukul 10.30 WIB, kami tiba di Bivak I (2.590 mdpl).
Setelah makan siang dengan air yang pas-pasan karena sumber air yang ada kering, pukul 12.00 WIB kami kembali bergerak. Medan yang dilalui masih hutan lumut tanpa ‘bonus’.
Medan sedikit ramah 3 jam kemudian. Jalur agak terbuka, di kiri-kanan banyak terlihat pohon - pohon kering hangus terbakar. Hari ini panas terasa menyengat. Pukul 15.40 WIB orang pertama dalam team tiba di Puncak Angkasan (2.891 mdpl), team sweaping tiba pada pukul 18.00 WIB. Di lokasi yang cukup terbuka ini terdapat patok batu kotak puncak tersier dengan tulisan yang samar-samar hilang hampir tak terbaca. Tertera nomor registrasi 3356. Koordinat yang terbaca di GPS adalah N 03º 56’ 10,8” -- E 097º 12’ 49,1”.
Bentangan punggungan saling bertumpuk satu sama lain. Jelas terlihat walau kecil jauh disana Puncak Syamsudin Mahmud (dahulu puncak tanpa nama) serta Puncak Loser diselimuti awan putih. Lokasi yang cukup datar dan terbuka ini tak mampu menampung jumlah tenda kami, apalagi anggota team bertambah 2 orang anggota Gentala-PTGL yang ikut bergabung di team ‘Panser’. Mereka adalah junior Mr. Jali di Gentala. Akhirnya team memutuskan membuka camp di dataran luas sedikit dibawah puncak, dekat sumber air yang hanya berupa kubangan kecil. Suhu berkisar 9oC membuat badan menggigil jika berada diluar tenda.
Hari Ketiga (Senin, 11 Agustus 2008), Out of Time…
Kami bangun kesiangan jam 06.30, suhu udara pagi 8ºC. Mungkin karena kelelahan seharian kemarin menapaki ‘Jalur Percobaan’. Team akhirnya baru start pergerakan pukul 09.40 WIB. Bergegas kami menuruni punggungan yang mengarah langsung ke lembah. Seperti biasa merunduk dan merangkak menjadi santapan perjalanan hari ini, di tambah banyaknya duri-duri rotan di tengah jalur. Pukul 12.05 WIB kami tiba di Camp Kulit Manis I (2.650 mdpl).
Setelah makan siang dan menanam paket makanan (paket 13), kami kembali naik-turun bukit lagi. Pukul 15.10 WIB kami tiba di puncak bukit yang ternyata Camp Kulit Manis II. Istirahat sejenak sambil mengisi veldples dari kubangan kecil. Rute selanjutnya naik-turun bukit yang cukup terbuka, di kiri-kanan jalur banyak terdapat batang-batang pohon yang hangus terbakar. Pukul 16.30 WIB kami tiba di Camp Kulit Manis III. Selanjutnya jalur menurun sangat curam, butuh konsentrasi ekstra, Tak jarang harus bertahan ke cabang atau akar-akar pohon karena jalur jeblos sebatas lutut. Hari sudah mulai gelap, beberapa anggota team nampak lelah, tapi kami harus tetap jalan.
Pukul 18.40 WIB team tiba di Camp Lintasan Badak (2.319 mdpl). Menurut Bang Udin dahulu memang disini arena bermain Badak Sumatera (Dicerorhinus Sumatrensis), Mr.Jali sempat menyaksikan badak-badak itu, namun semenjak tahun 2000-an sudah tak nampak lagi. Semoga mereka hanya berpindah tempat saja, bukan punah.
Saat makan malam, salah seorang anggota team tidak mau menyantap makanan yang tersedia, entah sakit atau mungkin ada kesalah pahaman dengan anggota yang lain. Kami teringat perkataan seorang rekan bahwa tantangan terberat di Leuser selain jalurnya adalah konflik internal antar sesama anggota team. Mudah-mudahan hal tersebut tidak terjadi pada team ini.
Hari Keempat (Selasa, 12 Agustus 2008), Jalur ‘Nenek’
Jam 09.15 WIB setelah menanam paket 12, kami mulai bergerak. Di depan langsung menghadang lagi ‘tanjakan tenyom’ dengan vegetasi rotan berduri di sepanjang jalur, tak jarang melukai telapak tangan kami yang tak sengaja memegangnya untuk dijadikan tahanan agar tak melorot jatuh ke dasar lembah. Satu portal pohon tumbang telah bisa kami lewati dengan susah payah, di depan telah menanti kami ‘triple portal’ lagi yang lebih sempit. Keringat mengucur deras. Jalan jongkok, merangkak, tiarap tetap harus kami jalani. Pukul 12.15 WIB team tiba di daerah yang cukup datar, Puncak Pepanji (2.440 mdpl). Tampak lubang - lubang buatan yang berfungsi untuk menampung air.
Sejenak kami beristirahat untuk makan siang, kemudian kembali menapaki kerapatan hutan lumut. Di tanah yang lembab nampak jejak harimau, masyarakat Gayo menyebutnya ‘nenek’.
Selain jejak kami acap kali berjumpa dengan kotorannya yang penuh bulu kambing. Menurut Bang Udin ‘si nenek’ habis pesta kambing. Untunglah masih pesta kambing dari pada pesta manusia. Bergegas kami mempercepat langkah meninggalkan area tersebut. Terus menapaki punggungan tipis yang di kiri–kanan nya jurang terjal, tampak jauh di depan sebuah air terjun yang cukup tinggi, menurut Bang Udin air terjun ini merupakan pertemuan empat anak sungai Alas yang nanti akan kami lewati. Selepas hutan terlihat padang rumput yang luas, disana-sini berserakan kantong semar (Nephentes sp) berwarna merah dan kuning. Mendung dan awan hitam mengiringi langkah kami menuju camp hari ini. Pukul 18.15 WIB kami sampai di Camp Padang Rumput (2.410 mdpl). Bukit-bukit yang telah kami lalui jelas terlihat. Puncak Tanpa Nama, Puncak Loser, Gunung Padang Sri Bulan, dan Gunung Bivak III berdiri angkuh di kejauhan.
Hari Kelima (Rabu, 13 Agustus 2008), Banyak bonus
Pagi ini cukup cerah, suhu 10ºC. Pukul 09.00 WIB kami mulai bergerak, target hari ini ‘Kolam Badak’. Tak berapa lama menuruni lembah kami pun bertemu dengan aliran anak Sungai Alas pertama, lebarnya kurang lebih 50 cm. Kemudian melewati satu bukit dan bertemu anak sungai kedua dengan lebar 3 meter-an. Anak sungai ke tiga kami jumpai, lebarnya hanya 50 cm. Pukul 11.00 WIB kami tiba di aliran ke empat anak Sungai Alas, lebarnya 6 meter-an. Kami harus menyeberangi sungai dengan ketinggian air sebatas lutut orang dewasa. Batu yang kami pijak ternyata licin dan dingin sekali. Selepas memanjat dinding sungai setinggi 2 meter-an team sampai di lahan terbuka, terlihat bekas-bekas perapian dan tiang-tiang kayu untuk bivak, mungkin bekas pendaki sebelumnya. “Camp Alas” teriak Bang Udin menjawab pertanyaan di benak kami. Di ketinggian 2.458 mdpl ini kami beristirahat sejenak untuk makan siang dan mengganti kaos pergerakan kami yang sedari awal belum di ganti.
Pukul 13.00 WIB dengan panas yang menyengat 23ºC, kami melanjutkan pergerakan. Medan berikutnya tidak jauh berbeda kondisinya seperti dari Camp Padang Rumput tadi. Banyak ‘bonus’. Pukul 17.25 WIB kami tiba di areal dengan sebuah telaga atau lebih tepatnya kami sebut kubangan didekatnya. Kami telah tiba di Camp Kolam Badak (2.550 mdpl).
Hari Keenam (Kamis, 14 Agustus 2008), Camp Putri
“Target hari ini Camp Putri” ucap Bang Udin disela-sela doa. Setelah menanam paket makanan (paket 11), pukul 09.15 WIB kami mulai bergerak. Baru start pergerakan, kami sudah dipaksa menikmati ‘tanjakan tenyom’ yang oleh orang sumatera di sebut ‘eskalator mati’. Berharap berakhir, ternyata dibalik bukit yang sedang kami daki terdapat bukit lagi yang menjulang tinggi. Kami terkesima seraya menggeleng - gelengkan kepala. Bang Udin nampak jauh di depan kami, begitu kecil. Panas matahari yang menyengat membuat kami cepat lelah, peluh mengucur deras. Pukul 11.30 WIB, kami tiba di Camp Bivak Kaleng (2.970 mdpl). Dataran terbuka yang disana-sini tampak berserakan sampah kaleng berkarat. Menurut Bang Udin kaleng - kaleng itu merupakan peninggalan Belanda sewaktu melakukan ekspedisi Leuser pertama, tahun 1937. Berbeda informasi yang kami dapat dari sebuah buku petualangan, kaleng-kaleng itu adalah bekas kemasan makanan yang didrop dari helikopter untuk rombongan pendaki yang kehabisan perbekalan. Hari yang melelahkan, kondisi beberapa anggota team terlihat sedikit menurun. Setelah memasang fly sheet untuk makan siang, beberapa dari kami segera merebahkan badan, berharap kondisi tubuh bisa kembali fit untuk melanjutkan perjalanan nanti.
Pukul 14.00 WIB setelah makan siang, kami melanjutkan pergerakan, masih naik-turun bukit dengan medan yang terbuka. Terkadang harus bergelayut pada akar pohon menghindari jurang dan pijakan yang longsor. Jam menunjuk angka 16.00 WIB, di depan terlihat kepulan asap dengan teriakan-teriakan kecil anggota team memberi semangat. Rupanya rombongan depan telah sampai di Camp Putri. Bergegas kami mempercepat langkah. Areal terbuka di ketinggian 2.930 mdpl ini memberikan kami pemandangan Puncak Syamsudin Mahmud, Puncak Loser dan Puncak Leuser.
Hari Ketujuh (Jumat, 15 Agustus 2008), Jalur penuh lebah
Pukul 06.00 WIB. Thermometer membaca suhu 9ºC. Selepas “tos panser” pukul 08.45 WIB team pun bergerak. Target hari ini Camp Krueng Kluet. Puncak Loser nampak dekat sekali, membuat semua anggota team terlihat lebih bersemangat. Dua bukit di depan santapan pertama kami. Menurut Bang Udin bukit itu bernama Bukit Penangisan India. sewaktu Mr. Jali menjadi guide turis dari India, turis tersebut menangis di bukit ini karena tak tahan dengan siksaan jalurnya. Sepanjang jalur masih juga menyisakan portal-portal pohon tumbang. Lebih parah, beberapa anggota team terpaksa harus melepas carrier di pundak karena tidak muat saat melintas portal. Pukul 11.10 WIB kami sampai di dataran yang cukup terbuka, cocok untuk area makan siang kami. Segera fly sheet dibentangkan untuk menahan laju sinar matahari yang memancarkan panas menyengat. Lebah terbang hilir mudik di hadapan kami, banyak sekali. Mungkin merasa terganggu oleh kehadiran kami, beberapa anggota team di sengat lebah, untunglah racunnya tidak begitu kuat. Karena shelter ini belum mempunyai nama, kami menamakannya Camp Lebah. Terdapat sumber air yang jernih tak jauh dari camp ini. Setelah menanam paket makanan (paket 10), pukul 12.50 WIB kami melanjutkan pergerakan. Bergelayut di akar - akar pohon menjadi rute pertama kami selepas camp lebah, berlanjut naik-turun bukit dan akhirnya tiba di kawasan terbuka dengan banyak batu-batu berserakan, kami telah sampai di Camp Bivak Batu (2.945 mdpl).
“Ayo main.. main.. ” ucap Bang Udin mengakhiri istirahat sejenak kami. Serentak kami pun melanjutkan pergerakan. Setelah dua jam perjalanan, kami dihadapkan lembah yang sangat curam dan dalam. Irama aliran sungai terdengar dari dasar lembah.
Kami menuruninya dengan hati-hati, sesekali harus bergelayutan di akar-akar pohon agar tidak jatuh akibat medan yang licin dan ekstrim. Sungai Krueng Kluet pertama pun kami jumpai. Selepas sungai jalur menanjak kembali, kemudian landai cenderung menurun. Pukul 17.30 WIB kami tiba di Camp Krueng Kluet. Camp ini hanya dapat menampung paling banyak tiga tenda, itu pun dengan medan yang tidak rata alias miring. Tidur malam ini terpaksa di kondisikan, di tambah lagi dengan udara yang cukup dingin.
Hari Kedelapan (Sabtu, 16 Agustus 2008), Selangkah lagi menuju Puncak Loser
Pukul 09.15 WIB kami mulai pergerakan. Target hari ini Puncak Loser. Lima menit selepas meninggalkan camp, kami berjumpa dengan sungai Krueng Kluet kedua. Lebarnya tidak jauh berbeda, 3 meter-an. Kami menyeberang dengan hati-hati, batu yang menjadi pijakannya licin sekali. Selepas sungai kami memasuki hutan lumut. Kemudian naik-turun bukit yang cukup terbuka dan lumayan landai. Pukul 11.55 WIB kami tiba di punggungan yang menghubungkan Puncak Loser dengan Puncak Syamsudin Mahmud, Bang Udin menyebutnya shelter Simpang Puncak. Paket makan siang pun segera dibuka.
Rute selanjutnya yaitu kawasan padang rumput terbuka, kabut tebal sesekali menghalangi jarak pandangan. Pukul 15.00 WIB kami sampai di area padang rumput yang luas, lebih luas dari padang rumput sebelumnya yang telah kami lalui. Tampak genangan-genangan air di sepanjang jalur. Area ini biasa di sebut dengan ‘Lapangan Bola’, vegetasi ilalang, perdu dan anggrek-anggrekan sangat mendominasi, hanya di beberapa tempat saja terselip kantong semar (Nephentes sp) berwarna merah, kuning dan hijau. Bang Udin dan rombongan pertama nampak kecil di puncak bukit di seberang kami, terkadang hilang dari pandangan tertutup kabut tebal. Sedikit membuat ‘sakit hati’ kami yang tertinggal jauh dibelakang.
Dengan jarak pandang hanya 3 meter-an saja, kami bergegas mengejar rombongan di depan yang masih naik-turun beberapa bukit lagi. Akhirnya kami tiba di sebuah area datar yang luas penuh bebatuan sangat besar. Betul-betul sebuah pemandangan baru yang amat berbeda menuju puncak. Batu-batu pipih tersusun bertingkat-tingkat di sepanjang jalur, sengaja di buat sebagai patokan arah para pendaki menuju area Puncak Loser. Di depan tampak aliran air keluar dari celah-celah bebatuan. Pukul 17.00 WIB kami tiba di area Puncak Loser, area padang rumput datar yang luas. Tenda-tenda telah berdiri, api unggun pun telah menyala. Bang Isa dan Bang Hamdan menyambut kedatangan kami, mereka guide-guide senior didikan Mr. Jali yang sedang membawa rombongan Manunggal Bhawana-ITI. Suhu sudah mencapai 8º C, kami segera berganti pakaian hangat. Sarasehan kecil-kecilan pun tergelar. Cerita selama pendakian team Panser dan team MB-ITI silih berganti terdengar. Rencana esok mengadakan upacara memperingati hari kemerdekan R.I pun akhirnya kami bicarakan bersama.
Hari Kesembilan (Minggu, 17 Agustus 2008), Upacara bendera dan butiran-butiran es
Pagi yang super dingin, di luar tenda nampak butiran-butiran es menyelimuti plastik-plastik pembungkus barang-barang kami, meskipun matahari telah bersinar terang. Suhu pukul 3 pagi tadi mencapai 3º C, suhu terendah yang kami rasakan selama pendakian. Bergegas kami mengenakan seragam biru DHARMAPALA, hari ini kami akan melakukan upacara bendera memperingati hari kemerdekaan R.I ke-63 di Puncak Loser yang tinggal selangkah lagi di depan.
Hanya lima menit kami telah tiba di tugu batu sekunder bernomor 227, Team Panser UKM DHARMAPALA-APP telah menginjakkan kaki di Puncak Loser (3.404 mdpl).
Jabatan tangan rekan-rekan Manunggal Bhawana–ITI kami sambut dengan hangat, rona keceriaan nampak jelas di raut wajah kami. Pukul 09.30 WIB kami segera memulai rangkaian upacara bendera. Bang Hamdan selaku pembina, Bang Isa memilih posisi pemimpin doa. Upacara yang di ikuti oleh total 20 orang ini (Dharmapala-APP: 11 orang, Mapaptri: 1 orang, Gentala: 2 orang, Manunggal Bhawana-ITI: 3 orang dan Team Guide: 3 orang) berlangsung dengan penuh khidmat. Cuaca pun ikut cerah bersahabat. Selepas upacara bendera pukul 10.15 WIB kami melanjutkan pergerakan menuju Puncak Leuser. Team MB-ITI bergerak pulang, kemarin mereka telah mencapai Puncak Leuser lebih dulu dari kami.
Dari lokasi 3.404 mdpl ini jelas terlihat Puncak Leuser dengan punggungan yang tipis dan dinding nya yang sebagian di tutupi oleh asap putih. Segera kami menuruni punggungan yang terjal, satu persatu anggota team pun hilang di telan gumpalan kabut tebal.
Terkadang kami harus free climbing di tebing-tebing batu, ekstra hati-hati agar tidak terperosok ke dalam jurang meskipun sudah tidak membawa beban dipundak, semua barang kami tinggalkan di camp. Karena kehilangan jalur salah satu anggota team berteriak-teriak memanggil rombongan di depan. Tiba-tiba awan hitam datang bergumpal ke arah kami, dan hujan gerimis pun turun.
Pukul 11.30 WIB kami tiba di pedataran yang terdapat sebuah telaga yang jernih. Di sana-sini terlihat kantong semar dengan ukuran ekstra big beraneka warna, merah, kuning, hijau, coklat kehitaman bahkan yang bermotif belang macan ada. Bang Udin nampak asyik melinting kaung di tepian telaga sesekali pandangannya terlihat serius menatap gumpalan awan hitam. Di sela masak untuk makan siang Bang Udin bercerita tentang pantangan-pantangan yang ada di daerah ini, diantaranya jangan berteriak karena akan mengakibatkan turun hujan. Kami jadi teringat pengalaman tadi di jalur sewaktu menuju Danau Leuser ini.
Setelah makan siang beberapa putri yang ikut dalam pendakian ini tidak ingin melanjutkan pergerakan ke Puncak Leuser, namun setelah diberi dukungan semangat mereka bangkit kembali. Memang hanya tinggal semangat yang kami miliki setelah semua tenaga tersedot habis ditelan jalur. Track langsung menanjak, tumpukan batu pipih menjadi patokan kami di jalur yang tertutup kabut, agar anggota team yang ketinggalan tidak perlu berteriak-teriak minta petunjuk arah. Beberapa anggota team nampak berjalan terseok-seok menapaki bebatuan yang menanjak, membuat laju pergerakan semakin lambat. Setelah hampir 2 jam meninggalkan danau Leuser, dari atas terdengar kumandang adzan, rombongan pertama telah tiba di Puncak Leuser.
Tanpa memperdulikan sakit di kaki, kami mempercepat langkah agar bisa segera tiba di puncak. Suara adzan bergema di dinding-dinding batu, tak lama petir pun menggelegar, awan hitam bergelombang berarak di atas kepala, dan hujan pun turun dengan derasnya. Pukul 14.30 WIT seluruh anggota team telah tiba di Puncak Leuser (3.119 mdpl). Suasana haru menyelimuti, kami saling berpelukan, air mata tak kuasa jatuh terurai. Akhirnya tujuan kami tercapai sudah. Bendera telah dikibarkan di Puncak Leuser. Setelah mengambil beberapa foto team di puncak, kami bergegas turun karena hujan semakin deras di selingi halilintar. Dingin menjalari seluruh tubuh, kedua kaki dan tangan seperti mati rasa sulit untuk digerakkan. Terbersit keinginan untuk duduk beristirahat di lahan yang landai, namun segera kami tepis. Di sepanjang jalur turun tampak butiran-butiran kristal es sebesar telur cicak, berserakan banyak sekali jumlahnya, penasaran salah seorang anggota team mengambilnya segenggam. Pantas seluruh badan terasa beku ternyata kami diguyur oleh hujan es alami. Di depan, dalam celah tebing batu kami melihat Bang Udin duduk berlindung dari hujan di bawah kanopi batu, mata menatap tajam kumpulan awan hitam yang memuntahkan air hujan, mulutnya seperti merapal sesuatu. Bang Udin meminta kami mendahuluinya. Dengan susah payah kami berhasil naik ke atas tebing batu. Entah lewat mana tiba-tiba Bang Udin telah ada di depan kami. Hujan deras pun berhenti seketika. Aneh tapi nyata..?!
Pukul 16.45 WIB rombongan pertama tiba di tempat camp, team sweaping setengah jam kemudian. Terus menerus di guyur hujan es membuat kondisi 2 anggota team putri drop, bahkan salah satunya sempat tak sadarkan diri. Segera kami masukkan ke dalam tenda, teh manis hangat menjadi obat mujarab pertama, di susul bubur cereal memberi pertahanan tubuh dari serangan hipotermia. Untunglah pengetahuan tentang berpetualang di alam bebas yang kami peroleh di organisasi membuat seluruh anggota team tidak panik saat menghadapi situasi genting.
Setelah semua anggota team mengenakan pakaian hangat, hujan yang sempat berhenti turun lagi dengan derasnya ketika kami sudah safety di dalam tenda. Selepas makan malam, karena kelelahan seluruh anggota team tertidur. Malam ini kami tidak sempat evaluasi dan briefing apalagi untuk membuat api unggun. Mudah-mudahan esok stamina team kembali pulih untuk menghadapi rute turun gunung yang tidak jauh berbeda dengan naik. Tapi yang pasti terbayar sudah janji kami. Team Panser UKM DHARMAPALA-APP telah berhasil mengibarkan bendera di ‘puncak yang hilang’ Puncak Loser dan Puncak Leuser. Harga yang pantas untuk pengalaman yang tak terlupakan. Salam Lestari..!
(Pendakian Leuser 2008 UKM DHARMAPALA – APP, Jakarta – sebuah catatan harian)
Teks oleh Apriyanti Lestari
Baca juga artikel pendakian yang lain :
1. Pendakian Gunung Karang (1.778 mdpl) - Banten
2. Pendakian Gunung Semeru (3.676 mdpl) - Malang
3. Pendakian Puncak Sejati Gn. Raung (3.344 mdpl) - Banyuwangi
4. Pendakian Gunung Kerinci (3.805 mdpl) - Jambi
5. Pendakian Gunung Agung (3.142 mdpl) - Bali
6. Pendakian Gunung Rinjani (3.726 mdpl) - Lombok
7. Pendakian Gunung Ceremai (3.078 mdpl) - Kuningan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar